MEMBANGUN
KOPERASI BERBASIS ANGGOTA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT
Dr.
Ir. Bayu Krisnamurthi
Direktur
Pusat Studi Pembangunan (PSP) Institut Pertanian Bogor (IPB)
Sumber :
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_4/artikel_4.ht
Abstrak
Membangun
koperasi berbasis anggota dalam rangka pengembangan ekonomi rakyat dapat
dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan cara melihat bagaimana kodisi
koperasi,faktor dan peran koperasi dan cara mengembangkan koperasi di
Indonesia.Melakukan hal tersebut dapat membangun koperasi dengan lebih baik dan
dapat mengembangkan koperasi tersebut didalam ekonomi rakyat.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Setelah melalui berbagai kebijakan pengembangan koperasi
pada masa Orde Baru yang bias pada dominasi peran pemerintah, serta kondisi
krisis ekonomi yang melanda Indonesia, timbul pertanyaan bagaimana sebenarnya
peran koperasi dalam masyarakat Indonesia, bagaimana prospeknya dan bagaimana
strategi pengembangan yang harus dilakukan pada masa yang akan datang. Melihat
sifat dan kondisi krisis ekonomi saat ini serta berbagai pemikiran mengenai
usaha untuk dapat keluar dari krisis tersebut, maka koperasi dipandang memiliki
arti yang strategis pada masa yang akan datang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar
belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimana kondisi koperasi dalam
perbandingan KUD dan koperasi kredit
b. Bagaimana faktor dan peran
kopersi didalam sebuah koperasi
c. Bagaimana cara mengembangkan
koperasi di Indonesia
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan
ini adalah :
a.Untuk mengetahui bagaimana membangun
koperasi berbasis anggota dalam rangka pengembangan ekonomi rakyat
b.Sebagai tugas mata kuliah ekonomi koperasi
disemester tiga
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
KONDISI KOPERASI (PERBANDINGAN KUD DAN KOPERASI KREDIT/KOPDIT)
Keberadaan beberapa koperasi telah
dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan
intensitasnya berbeda. Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi
koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) : Pertama, koperasi dipandang
sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan
usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat
berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran,
atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi penyediakan
pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau
lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya hambatan
peraturan. Peran koperasi sangat dibutuhkan pelanggan karena tidak memiliki
aksebilitas pada pelanggan dari bentuk lembaga lain. Koperasi Kredit sangat
berperan dalam menyediakan dana yang relative mudah bagi anggota dibandingkan
meminjam dibank.
Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga
usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan
peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan
anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan
rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik.
Koperasi yang telah berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang
lebih tinggi dilihat dari perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk
beberapa kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran
yang memang lebih baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain.
Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh
anggotanya. Rasa memiliki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang
menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan
mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama
koperasi menghadapi kesulitan tersebut.
Berdasarkan ketiga kondisi diatas, maka wujud peran yang
diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik
anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan
lembaga lain.
Namun diantara peran dan manfaat koperasi diatas, ternyata
lebih banyak lagi koperasi, terutama KUD, yang tidak mendapatkan apresiasi dari
masyarakat karena berbagai faktor. Faktor utamanya adalah ketidak mampuan
koperasi menjalankan fungsi sebagai mana yang ‘dijanjikan’, serta banyak
melakukan penyimpangan atau kegiatan lain yang mengecewakan masyarakat.
Pada masa yang akan datang, masyarakat masih membutuhkan
layanan usaha koperasi. Alasan utama kebutuhkan tersebut adalah dasar
pemikiran ekonomi dalam konsep pendirian koperasi, seperti untuk meningkatkan
kekuatan penawaran (bargaining positition), peningkatan skala usaha bersama,
pengadaan pelayanan yang selama ini tidak ada, serta pengembangan kegiatan
lanjutan (pengolahan, pemasaran, dan sebagainya) dari kegiatan anggota.
Alasan lain adalah karena adanya peluang untuk mengembangkan potensi usaha
tertentu (yang tidak berkaitan dengan usaha anggota) atau karena memanfaatkan
fasilitas yang disediakan pihak lain (pemerintah) yang mensyaratkan kelembagaan
koperasi, sebagaimana bentuk praktek pengembangan koperasi yang telah dilakukan
selama ini.
Alasan kebutuhan awal atas keberadaan koperasi tersebut
sangat dipengaruhi oleh pola hubungan koperasi dan anggota serta masyarakat
yang didominasi pola hubungan bisnis. Hal ini sangat terlihat dalam pola
hubungan koperasi dan anggota di KUD. Dari beberapa perkembangan Kopdit
terlihat bahwa pola hubungan koperasi dan anggota yang sesuai dengan prinsip
dasar koperasi memang membutuhkan proses. Namun jika kesadaran
keanggotaan (yang membedakan seorang anggota dengan yang bukan anggota) telah
berhasil ditumbuhkan maka kesadaran tersebut akan menjadi dasar motivasi dimana
pola hubungan bisnis dapat berkesinambungan melalui partisipasi yang kemudian
berkembang menjadi loyalitas. Pola yang tidak hanya ‘hubungan
bisnis’ tersebut kemudian akan menjadi sumber kekuatan koperasi. Hal ini
ditunjukkan oleh beberapa Kopdit, dimana jika dalam masa krisis banyak KUD dan
lembaga usaha lain gulung tikar beberapa Kopdit justru menunjukkan peningkatan
kinerja baik dilihat dari omset, SHU, dan jumlah anggota.
B. FAKTOR FUNDAMENTAL EKSISTENSI DAN PERAN KOPERASI
Berdasarkan pengamatan atas banyak koperasi serta menggali
aspirasi berbagai pihak yang terkait dengan perkembangan koperasi, khususnya
para partisipan koperasi sendiri, yaitu anggota dan pengurus, maka dapat
disintesakan beberapa faktor fundamental yang menjadi dasar eksistensi dan
peran koperasi dimasyarakat. Faktor-faktor berikut merupakan faktor pembeda
antara koperasi yang tetap eksis dan berkembang dengan koperasi-koperasi yang
telah tidak berfungsi bahkan telah tutup.
1.
Koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbaiki ekonomi
secara mandiri.
Masyarakat yang sadar akan kebutuhannya untuk memperbaiki
diri, meningkatkan kesejahteraanya, atau mengembangkan diri secara mandiri
merupakan prasyarat bagi keberdaan koperasi. Kesadaran ini akan menjadi
motivasi utama bagi pendirian koperasi ‘dari bawah’ atau secara
‘bottom-up’. Faktor kuncinya adalah kesadaran kolektif dan
kemandirian. Dengan demikian masyarakat tersebut harus pula memahami
kemampuan yang ada pada diri mereka sendiri sebagai ‘modal’ awal untuk
mengembangkan diri.
2. Koperasi akan berkembang jika terdapat kebebasan (independensi) dan otonomi untuk berorganisasi.
Koperasi pada dasarnya merupakan suatu cita-cita yang
diwujudkan dalam bentuk prinsip-prinsip dasar. Wujud praktisnya, termasuk
struktur organisasinya, sangat ditentukan oleh karakteristik lokal dan
anggotanya. Dengan demikian format organisasi tersebut akan mencari
bentuk dalam suatu proses perkembangan sedemikian sehingga akhirnya akan
diperoleh struktur organisasi, termasuk kegiatan yang akan dilakukannya, yang
paling sesuai dengan kebutuhan anggota.
3. Keberadaan koperasi akan ditentukan oleh proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi.
Faktor pembeda koperasi dengan lembaga usaha lain adalah
bahwa dalam koperasi terdapat nilai-nilai dan prinsip yang tidak terdapat atau
tidak dikembangkan secara sadar dalam organisasi lain. Oleh sebab itu
pemahaman atas nilai-nilaI koperasi : keterbukaan, demokrasi, partisipasi, kemandirian,
kerjasama, pendidikan, dan kepedulian pada masyarakat; seharusnya merupakan
pilar utama dalam perkembangan suatu koperasi. Pada gilirannya kemudian nilai
dan prinsip itulah yang akan menjadi faktor penentu keberhasilan
koperasi. Sehingga salah satu faktor fundamental bagi keberadaan koperasi
ternyata adalah jika nilai dan prinsip koperasi tersebut dapat dipahami dan
diwujudkan dalam kegiatan organisasi. Tetapi melalui suatu proses pengembangan
yang berkesinambungan setahap demi setahap terutama dilakukan melalui
pendidikan dan sosialisasi dengan tetap memberikan tempat bagi perkembangan
aspirasi lokal yang spesifik menyangkut implementasi bahkan pengayaan
(enrichment) dari nilai-nilai koperasi yang universal tersebut. Dengan
demikian proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi akan menjadi salah
satu faktor penentu keberadaan koperasi.
4. Koperasi akan semakin dirasakan peran dan manfaatnya bagi anggota dan masyarakat pada umumnya jika terdapat kesadaran dan kejelasan dalam hal keanggotaan koperasi.
Hal ini secara khusus mengacu pada pemahaman anggota dan
masyarakat akan perbedaan hak dan kewajiban serta manfaat yang dapat diperoleh
dengan menjadi anggota atau tidak menjadi anggota. Jika terdapat
kejelasan atas keanggotaan koperasi dan manfaat yang akan diterima anggta yang
tidak dapat diterima oleh non-anggota maka akan terdapat insentif untuk menjadi
anggota koperasi. Pada gilirannya hal ini kemudian akan menumbuhkan
kesadaran kolektif dan loyalitas anggota kepada organisasinya yang kemudian
akan menjadi basis kekuatan koperasi itu sendiri.
5. Koperasi akan eksis jika mampu mengembangkan kegiatan usaha yang :
a.
luwes (flexible) sesuai dengan kepentingan anggota,
b.
berorientasi pada pemberian pelayanan bagi anggota,
c.
berkembang sejalan dengan perkembangan usaha anggota
d. biaya transaksi
antara koperasi dan anggota mampu ditekan lebih kecil dari biaya transaksi
non-koperasi, dan
e.
mampu mengembangkan modal yang ada didalam kegiatan koperasi dan anggota
sendiri.
Kegiatan usaha yang dikembangkan koperasi pada
prinsipnya adalah kegiatan yang berkait dengan kepentingan anggota. Biaya
transaksi yang ditimbulkan apabila anggota menggunakan koperasi dalam melakukan
kegiatan usahanya juga perlu lebih kecil jika dibandingkan dengan tanpa
koperasi. Hal ini akan menjadi penentu apakah keberadaan koperasi dan
keanggotaan koperasi memang memberikan manfaat bisnis. Jika biaya
transaksi tersebut memang dapat menjadi insentif bagi keanggotaan koperasi maka
produktivitas modal koperasi akan lebih besar dibandingkan lembaga lain.
Langkah selanjutnya yang perlu dikembangkan oleh suatu koperasi adalah agar
hasil produktivitas tersebut dapat dipertahankan dalam sistem koperasi.
Pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan
lemahnya lembaga koperasi adalah karena nilai lebih dari perputaran modal dalam
“sistem” koperasi ternyata lebih banyak diterima oleh lembaga-lembaga diluar
koperasi dan anggotanya. Jika koperasi memang telah menyadari pentingnya
keterkaitan usaha antara usaha koperasi itu sendiri dengan usaha anggotanya,
maka salah satu strategi dasar yang harus dikembangkan oleh koperasi adalah
untuk mengembangan kegiatan usaha anggota dan koperasi dalam satu kesatuan
pengelolaan. Hal ini akan berimplikasi pada berbagai indikator
keberhasilan usaha koperasi, dimana faktor keberhasilan usaha anggota harus
menjadi salah satu indikator utama.
6. Keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesesuaian faktor-faktor tersebut dengan karakteristik masyarakat atau anggotanya.
Jika dilihat dari kondisi sosial masyarakat Indonesia saat
ini, maka dapat dihipotesakan bahwa koperasi dapat tumbuh, berkembang, dan
sekaligus juga berperan dan bermanfaat bagi masyarakat yang tengah berkembang
dari suatu tradisional dengan ikatan sosiologis yang kuat melalui hubungan
emosional primer ke arah masyarakat yang lebih heterogen dan semakin terlibat
dengan sistem pasar dan kapital dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, atau yang
juga dikenal dengan komunitas ‘bazar-ekonomi’. Artinya koperasi tidak
diharapkan dapat sangat berkembang pada masyarakat yang masih sangat
tradisional, subsisten, dan relatif ‘tertutup’ dari dinamika sistem pasar; atau
juga pada komunitas yang telah menajdi sangat individualis, dan berorientasi
kapital. Sebagai bagian dari identifikasi berbagai faktor fundamental
tersebut maka perlu disadari bahwa pemenuhan faktor-faktor tersebut memang
dapat bersifat ‘trade-off’ dengan pertimbangan kinerja jangka pendek suatu
organisasi usaha konvensional. Proses yang dilakukan dalam pengembangan
koperasi memang membutuhkan waktu yang lebih lama dengan berbagai faktor
“non-bisnis” yang kuat pengaruhnya. Dengan demikian pemenuhan berbagai
faktor fundamental, seperti pertumbuhan bisnis jangka pendek, harus dikorbankan
demi untuk memperoleh kepentingan yang lebih mendasar dalam jangka panjang.
C.
MENGEMBANGKAN KOPERASI DI INDONESIA: MULAI DARI APA YANG SUDAH ADA
Dalam kondisi sosial dan ekonomi yang sangat diwarnai oleh
peranan dunia usaha, maka mau tidak mau peran dan juga kedudukan koperasi
dalam masyarakat akan sangat ditentukan oleh perannya dalam kegiatan usaha
(bisnis). Bahkan peran kegiatan usaha koperasi tersebut kemudian
menjadi penentu bagi peran lain, seperti peran koperasi sebagai lembaga sosial.
Isyu strategis pengembangan usaha koperasi dapat dipertajam untuk beberapa hal
berikut :
1.
Mengembangkan kegiatan usaha koperasi dengan mempertahankan falsafah dan
prinsip koperasi.
Beberapa koperasi pada beberapa bidang usaha sebenarnya
telah menunjukkan kinerja usaha yang sangat baik, bahkan telah mampu menjadi
pelaku utama dalam bisnis yang bersangkutan. Misalnya, GKBI yang
telah menjadi terbesar untuk usaha batik, Kopti yang telah menjadi terbesar
untuk usaha tahu dan tempe, serta banyak KUD yang telah menjadi terbesar
kecamatan wilayah kerjanya masing-masing. Pada koperasi-koperasi tersebut
tantangannya adalah untuk dapat terus mengembangkan usahanya dengan tetap
mempertahankan prinsip-prinsip perkoperasian Indonesia. Pada prakteknya,
banyak koperasi yang setelah berkembang justru kehilangan jiwa
koperasinya.
2. Keterkaitan kegiatan koperasi dengan kegiatan pelayanan usaha umum.
Hal yang menonjol adalah dalam interaksi koperasi dengan
bank. Sifat badan usaha koperasi dengan kepemilikan kolektif ternyata
banyak tidak berkesesuaian (compatible) dengan berbagai ketentuan bank.
Sehingga akhirnya ‘terpaksa’ dibuat kompromi dengan menjadikan individu
(anggota atau pengurus) sebagai penerima layanan bank (contoh : kredit
KKPA). Hal yang sama juga terjadi jika koperasi akan melakukan kontrak
usaha dengan lembaga usaha lain. Kondisi ini berhubungan erat dengan
aspek hukum koperasi yang tidak berkembang sepesat badan usaha
perorangan. Disamping itu karakteristik koperasi tampaknya kurang terakomodasi
dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang menyangkut badan usaha selain
undang-undang tentang koperasi sendiri.
3. Mengatasi beberapa permasalahan teknis usaha bagi koperasi kecil untuk berkembang.
Koperasi (KUD) sayur di Pangalengan kebingunan pada saat ada
permintaan untuk melakukan ekspor tomat ke Singapura: bagaimana mekanisme
pembayarannya, bagaimana membuat kontrak yang tepat, dan sebagainya.
Koperasi tersebut juga tidak tahu, atau memang karena tidak ada, dimana atau
kepada siapa harus bertanya. Hal yang sama juga dihadapi oleh sebuah
koperasi di Jogjakarta yang kebingungan mencari informasi mengenai
teknologi pengemasan bagi produk makanan olahannya. Permasalahan yang dihadapi
diatas seharusnya dapat diatasi dengan adanya campur tangan pemerintah untuk
terjun langsung kelapangan.
4. Mengakomodasi keinginan pengusaha kecil untuk melakukan usaha atau mengatasi masalah usaha dengan membentuk koperasi.
Beberapa pengusaha kecil jamu di daerah Surakarta dan
sekitarnya tengah menghadapi kesulitan bahan baku (ginseng) yang pasokannya
dimonopoli oleh pengusaha besar. Para pengusaha tersebut juga masih harus
bersaing dengan pabrik jamu besar untuk dapat memperoleh bahan baku
tersebut. Mereka ingin berkoperasi tetapi tidak dengan pola koperasi yang
sudah ditentukan oleh pemerintah. Hal yang sama juga dihadapi oleh
pengusaha kecil besi-cor di Bandung untuk mendapatan bahan baku
‘inti-besi’-nya, atau untuk menghadapi pembeli (industri besar) yang sering
mempermainkan persyaratan presisi produk yang dihasilkan. Contoh diatas
menggambarkan bahwa koperasi sangat dibutuhkan oleh masyarakat,terutama para
pengusaha kecil.
5. Pengembangan kerjasama usaha antar koperasi.
Konsentrasi pengembangan usaha koperasi selama ini banyak
ditujukan bagi koperasi sebagai satu perusahaan (badan usaha). Tantangan
untuk membangun perekonomian yang kooperatif sesuai amanat konstitusi kiranya
dapat dilakukan dengan mengembangan jaringan kerjasama dan keterkaitan usaha
antar koperasi. Hal ini juga sebenarnya telah menjadi kebutuhan diantara
banyak koperasi, karena banyak peluang usaha yang tidak dapat dipenuhi oleh
koperasi secara individual. Jaringan kerjasama dan keterkaitan
usaha antar koperasi, bukan hanya keterkaitan organisasi, potensial untuk
dikembangkan antar koperasi primer serta antara primer dan sekunder.
Perlu pula menjadi catatan bahwa di berbagai negara lain, koperasi telah
kembali berkembang dan salah satu kunci keberhasilannya adalah spesialisasi
kegiatan usaha koperasi dan kerjasama antar koperasi.
6. Peningkatan kemampuan usaha koperasi pada umumnya.
Kemampuan usaha koperasi : permodalan, pemasaran, dan
manajemen; umumnya masih lemah. Telah cukup banyak usaha yang dilakukan
pemerintah untuk mengatasi hal tersebut, namun masih sering bersifat parsial,
tidak kontinyu, bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan. Pendampingan dalam
suatu proses pemberdayaan yang alamiah dan untuk mengembangkan kemampuan dari
dalam koperasi sendiri tampaknya lebih tepat dan dibutuhkan.
7.
Peningkatan Citra Koperasi
Pengembangan kegiatan usaha koperasi tidak dapat dilepaskan
dari citra koperasi di masyarakat. Harus diakui bahwa citra koperasi
belum, atau sudah tidak, seperti yang diharapkan. Masyarakat umumnya
memiliki kesan yang tidak selalu positif terhadap koperasi. Di media
massa, berika negatif tentang koperasi tiga kali lebih banyak dari pada berita
positifnya, berita dari para pejabat dua kali lebih banyak dari berita yang
bersumber langsung dari koperasi, padahal prestasi koperasi diberbagai daerah
cukup banyak dan berarti. Citra koperasi sudah dipandang buruk oleh masyarakat,
karena dalam melakukan kegiatanya bukanya mempermudah malah mempersulit
kegiatan usaha tersebut. Dan akan mempengaruhi usaha koperasi tersebut, apabila
tidak segera ditangani dengan baik dan benar dalam menjalankan tugasnya.
Memperbaiki dan meningkatkan citra koperasi secara umum merupakan salah satu
tantangan yang harus segera mendapat perhatian.
8. Penyaluran Aspirasi Koperasi
Para pengusaha umumnya memiliki asosiasi pengusaha untuk
dapat menyalurkan dan menyampaikan aspirasi usahanya, bahkan juga sekaligus
sebagai wahana bagi pendekatan (lobby) politik dan meningkatkan keunggulan
posisinya dalam berbagai kebijakan pemerintah. Asosiasi tersebut juga dapat
dipergunakan untuk melakukan negosiasi usaha, wahana pengembangan kemampuan,
bahkan dalam rangka mengembangkan hubungan internasional. Dalam hal ini
asosiasi atau lembaga yang dapat menjadi wahana bagi penyaluran aspirasi
koperasi relatif terbatas. Padahal dilihat dari jumlah dan
kekuatan (ekonomi) yang dimilikinya maka anggota koperasi dan koperasi kiranya
perlu diperhatikan berbagai kepentingannya.
BAB
III
PENUTUP
D.
KESIMPULAN
Beberapa pemikiran yang telah diajukan kiranya membutuhkan setidaknya
dua prasyarat. Pertama, pendekatan pengembangan yang harus dilakukan
adalah pendekatan pengembangan kelembagaan secara partisipatif dan menghindari
pengembangan yang diberdasarkan pada ‘kepatuhan’ atas arahan dari lembaga lain.
Masyarakat perlu ditumbuhkan kesadarannya untuk mampu mengambil keputusan
sendiri demi kepentingan mereka sendiri. Dalam hal ini proses pendidikan
prinsip-prinsip dan nilai-nilai koperasi menjadi faktor kunci yang sangat
menentukan. Kedua, diperlukan kerangka pengembangan yang memberikan
apresiasi terhadap keragaman lokal, yang disertai oleh berbagai dukungan tidak
langsung tetapi jelas memiliki semangat kepemihakan pada koperasi dan ekonomi
rakyat. Dengan demikian strategi pengembangan yang perlu dikembangkan adalah
strategi yang partisipatif. Hal ini akan membutuhkan perubahan pendekatan
yang mendasar dibandingkan dengna strategi yang selama ini diterapkan.
Rekonsptualisasi sekaligus revitalisasi peran pemerintah akan menjadi faktor
yang paling menentukan dalam perspektif pengembangan partisipatif ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr.
Ir. Bayu Krisnamurthi : Direktur
Pusat Studi Pembangunan (PSP) Institut Pertanian Bogor (IPB)
Sumber :
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_4/artikel_4.ht
Jumat, 19 Oktober 2012
KOPERASI AMARTHA MICROFINANCE
KOPERASI AMARTHA MICROFINANCE
Andi Taufan Garuda Putra Dirikan Lembaga Pembiayaan Demi Kaum Papa
Prihatin melihat akses pemodalan warga di pelosok desa membuat Andi
Taufan Garuda Putra mendirikan lembaga pembiayaan mikro Amartha
Microfinance di kecamatan ciseeng, bogor hanya dengan Rp 10.000.000,
kini ia mampu menyalurkan kredit untuk 1.050 orang kepala keluarga yang
notabennya adalah warga miskin pedesaan.
Warga desa yang di pelosok adalah salah satu kelompok yang minim akses
permodalan, terutama akses modal dan perbankan. Selain jarak yang jauh,
warga juga sulit mengakses persyratan pinjaman dari perbankan.prihatin
dengan kondisi membuat Andi Taufan Garuda Putra merasa terpanggil untuk
membantu warga desa mendapatkan modal.
Wujud keprihatinan itu ditunjukan Taufan dengan mendirikan lembaga
permodalan bernama Amartha Microfinance pada tahun 2009 di kecamatan
ciseeng, kabupaten bogor. Untuk program itu, pria berusia 24 tahun itu
rela merogoh kocek sebesar Rp. 10.000.000.
Taufan membuat konsep pinjaman yang mudah dan tidak jelimet. Amartha
Microfinance memberikan pinjaman modal kepada warga miskin di pelosok
desa, tanpa harus memberikan surat berharga sebagai jaminan.
Tak hanya itu, Taufan ingin warga di desa pelosok bisa bebas dari
jeratan rentenir yang setiap saat mengintai. Dengan Amartha Microfinance
Taufan berharap agar warga bisa mendapatkan modal untuk bertani,
berkebun, dan berdagang.
Karena mudah memberi pinjman, Amartha pun terkenal di kalangan warga
desa. Hanya dalam tempo dua tahun, Amartha berhasil mengumpulkan nasabah
sebanyak 1.050 kepala keluarga. Mereka ini warga di 21 desa di
kecamatan ciseeng.
Membiaknya jumlah nasabah itu pun membuat dana kelolaan amartha
membengkak dari 10 juta menjadi 100 juta. Namun, meski boleh meminjam
tanpa jaminan, taufan tetap memberikan persyratan bagi calon peminjam.
Yakni mereka harus ikut kelompok usaha mikro. Setiap kelompok ini
beranggotakan 15 sampai 20 orang.
Untuk tahap awal atau level pertama, setiap anggota kelompok bisa
meminjam Rp. 500.00 pertahun, dengan system pengembalian tanggung
renteng bersama kelompok, taufan berupaya mengedukasi warga agar saling
mengingatkan agar membayar kredit secara disiplin.
Jika ada kredit macet, dalam dua tahun dana kelolaan Taufan naik dari Rp
10 juta menjadi Rp. 100 juta maka pengembalian pinjaman menjadi
tanggung jawab kelompok. Aturan pinjaman itu ternyata efektif bagi warga
di pelosok desa sejauh ini kelompok bisa bekerja sama dengan baik.
Sejak memberikan pinjaman pada 2009 lalu, jumlah kelompok peminjam pun
berkembang menjadi 56 kelompok. Setiap anggota kelompok bisa
mengembalikan pinjaman dengan cara mencicil selama 50 minggu dengan
system syariah. Prinsip syariah menggunakan system tawar – menawar
cicilan yang harus dibayarkan.
Jika system syariah di konverensikann ke bunga, rata – rata bunga
pinjaman Amartha itu antara 15% - 27% per tahun. Bunga yang terkumpul
dari pinjaman itu mencapai Rp. 8.000.000 per bulan. Uang itu untuk
operasional Amartha.
Tidak hanya memberikan modal saja, Taufan juga membekali nasabah Amartha
itu dengan pendampingan usaha, serta membangun mental, karakter, dan
tanggung jawab. Hanya dengan nilai – nilai moral seseorang bisa berhasil
dengan usaha.
Jika nasabah dalam satu kelompok bisa melunasi pinjaman tepat waktu
tanpa ada kredit macet. Maka kelompok akan naik level . itu berarti
anggota kelompok bisa mendapatkan pinjaman yang lebih besar, yakni Rp.
1.000.000 per anggota.
Namun Taufan membatasi pinjaman untuk level nasabah tertinggi hanya
sebesar Rp. 3.000.000 saja jika anggota atau nasabah itu ingin pinjaman
lebih besar, maka Taufan menganjurkan warga meminjam ke perbankan.
Selain memberikan usaha kepada warga, Taufan juga mengajak warga gemar
menabung . untuk program ini Taufan melalui Amartha membuat program
tabungan melalui kerjasama dengan bank.
Imbuan untuk menabung ternyata membuahkan hasil. Dana tabungan nasabah
sempat mencapai Rp. 600.000.000, tapi sekarang tinggal Rp. 30.000.000
karena warga mengambilnya untuk kebutuhan lebaran lalu.
Saat ini Taufan berharap bisa menambah nasabahnya dan bisa menyalurkan
modal kepada 25.000 warga miskindari 80.000 warga kecamatan ciseeng.
Selain itu Taufan juga berencana membuka cabang Amartha di seluruh
pelosok banten. Ia melihat banyak warga pelosok banten yang juga butuh
pembayaran.
Kepada pemerintah Taufan meminta agar infrastruktur desa segera di
perbaiki, seperti jalan, jembatan, dan fasilitas umum. Lima tahun ke
depan , Taufan memiliki target bisa memberikan manfaat untuk 100.000
nasabah dengan target dana kelolaan Rp.100 milyar. Dan berharap bisa
bekerja sama dengan pihak lain untuk mengelola keuangan skala mikro ini,
yang mendapat penghargaan satu Indonesia Award 2011 dari Astra
International.
· Cara Pemecahan Masalah
Memperdayakan penduduk bernafkah rendahmelalui system financial yang terjangkau.
v Poin Pembeda
Melalui system perbankan berbasis ikatan kepercayaan, akuntabilitas,
partisivasi, dan kreativitas. Elemen tabungan dan pinjaman yang
diberikan dilengkapi dengan pendidikan dasar keuangan.
v Dampak Sejauh ini
1. Peningkatan micro-bisnis yang dilakukan nasabah, yang akhirnya
membuka akses yang lebih baik ke pendidikan, infrakstruktur sanitasi,
dan suplai makanan.
2. Para nasabah lebih mampu mengatasi goncangan ekonomi.
3. Akses ke service financial yang dapat membantu klien untuk membangun dan mengatur asset mereka.
v Visi ke Depan
Amartha akan menyediakan layanan keuangan yang terjangkau bagi
masyarakat yang berpenghasilan rendah di pedesaan dalam jangka skala
besar.
v Tantangan yang dihadapi dan kebutuhan
Bantuan teknis untuk membuat instrument yang dapat mengukur dampak social kami di masyarakat.
Metodologi
1. Pemilihan Desa
pemilihan desa untuk latar belakang sosial dan ekonomi, terdiri dari
angka keluarga, pekerjaan, jenis rumah, kebutuhan sehari-hari, jumlah
pendapatan, dan lain-lain. Hal ini digunakan untuk memahami gambaran
besar dari pasar potensial untuk dikembangkan.
2. Rapat Umum
rapat umum ini adalah untuk memperkenalkan misi lembaga dan tujuan di
tingkat desa. Ini adalah cara yang efektif untuk memprovokasi klien
potensial untuk bergabung dengan program dan membuat group.
3. Uji Kelayakan
uji kelayakan ini adalah proses analisis klien potensial melalui
wawancara mendalam. Kami mengunjungi setiap klien yang sudah terdaftar
di rumah mereka untuk menganalisis situasi sosial dan ekonomi mereka.
4. Wajib Kelompok Pelatihan
pembuatan pinjaman kelompok, setiap klien akan berkumpul untuk membuat
grup yang terdiri 15-20 orang dan juga kelompok kecil yang terdiri dari 5
orang. Kelompok ini akan menjadi pertemuan mingguan pusat. Klien akan
menerima pelatihan selama 3 hari berturut-turut tentang misi Amartha,
persyaratan pembiayaan, kewajiban bersama sementara juga membangun
budaya kepercayaan, disiplin, dan partisipatif.
5. Alokasi Pendanaan
mereka mengaku menerima pinjaman setelah lulus pelatihan kelompok.
Kelompok kecil akan memungkinkan mengajukan pinjaman dalam mekanisme
2-2-1. Dua yang pertama orang akan menerima pinjaman dan ikuti dengan
orang lain setiap minggu
6. Mingguan Pertemuan Kelompok
ini fase di mana kita memberdayakan klien kami melalui bantuan usaha
untuk menjadi kontributor yang berharga dalam pembangunan ekonomi desa
mereka sementara juga menyediakan mereka dengan kegiatan tabungan dan
koleksi angsuran.
Tujuan Microfinance
Microfinance Purpose Amartha adalah lembaga keuangan mikro
khusus menyediakan jasa keuangan kepada klien yang lebih miskin dan
lebih rentan daripada klien bank tradisional. Kami terdaftar secara
hukum organisasi sebagai Koperasi Amartha Indonesia. Kami bertujuan
turun langsumg ke lokasi dan sistem perbankan manusiawi berdasarkan
saling percaya, akuntabilitas, partisipasi dan kreativitas. Kami
menyediakan pinjaman lunak untuk sekelompok orang di daerah pedesaan,
tanpa jaminan. Kami akhirnya akan meningkatkan akses pendanaan bagi
masyarakat berpenghasilan rendah di seluruh Indonesia pada skala besar
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan. Kami
berharap bahwa di masa depan, setiap orang miskin dapat memiliki akses
ke dana yang terjangkau sehingga mereka dapat mengejar hidup untuk
tujuan yang lebih besar.
Our Shared Vision
Visi kami untuk bersama menjadi LKM nasional yang menyediakan jasa
keuangan yang terjangkau dan memberikan layanan berkualitas tinggi
kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam jangkauan besar.
Our Shared Mision
Untuk memberdayakan masyarakat berpenghasilan rendah di daerah pedesaan
dengan jasa keuangan yang terjangkau, memungkinkan mereka untuk mengejar
kehidupan untuk tujuan yang lebih besar.
Nilai –Nilai Amartha
· Nilai – nilai integritas kami adalah Kejujuran dan
kepercayaan dari kita sehingga menghasilkan kepercayaan dari anggota dan
stakeholder.
· Disiplin dalam sehari-hari kerja dan memastikan layanan Teamwork konsisten.
· Teamwork - Kami adalah salah satu Amartha: Teamwork dengan tujuan terpadu .
· Layanan dengan hati - kami melayani anggota dengan martabat, menghormati, dan responsif terhadap kebutuhan mereka.
· Memberikan kinerja yang unggul mengikuti mendefinisikan proses.
5 Tahun Tujuan Strategis
· Memfasilitasi target kami dari 100.000 masyarakat
berpenghasilan rendah untuk menerima jasa keuangan yang terjangkau untuk
membantu mereka secara finansial mandiri.
· Mengatur Rp 100 miliar untuk didistribusikan bagi mereka 100.000 orang yang berpenghasilan rendah.
· Berpokus pada penerapan keadaan teknologi seni dan mengacu
praktik terbaik internasional dalam mencapai tingkat yang tepat dari
efisiensi operasional dan membangun akuntanbilitas.
· Membangun kemitraan yang kuat saling menguntungkan dan keterlibatan dengan investor, donor, pemerintah maupun anggota.
· Memaksimalkan nilai pemegang saham sementara menghasilkan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Leadership
v Andi Taufan Garuda Putra
Andi Taufan Garuda Putra, Co-Founder dan ChairmanTaufan mulai
keterlibatannya dalam bisnis keuangan mikro sejak tahun 2008, dimulai
dengan pinjaman kecil untuk usaha mikro dan beberapa orang akar rumput
sekitar Bandung dan Bogor. Setelah lulus, dia bekerja sebagai Konsultan
Business Services IBM Global untuk 2 tahun. Di IBM, dia memainkan peran
dalam strategi TI, implementasi sistem SAP. Meraih gelar Sarjana dari
Institut Teknologi Bandung, Sekolah Bisnis dan Manajemen. Dia menikmati
olahraga petualangan, inovasi bisnis, seni rupa dan simfoni orkestra.
Taufan juga telah menerima penghargaan dari Ashoka Changemakers sebagai
muda 2010.
v Hardi Pramudia, Co-founder dan Direktur Human Resources
Hardi memulai keterlibatannya dalam keuangan mikro sejak tahun 2008.
Dia lulus dari Institut Teknologi Bandung di Bisnis dan Manajemen Pada
tahun 2009. Dia memutuskan untuk mengembangkan LKM sebagai instrumen
kunci untuk mengurangi kemiskinan. Sebelum bergabung dengan Amartha ini,
dia bekerja untuk L'oreal Indonesia, dan Groupe Danone dengan tanggung
jawab termasuk manajemen account kunci, strategi merek, dan manajemen
rantai pasokan. Saat ini, Beliau juga menjabat sebagai Direktur Urun
Tangan Indonesia, sebuah perusahaan swasta hutan restorasi.
Dewan Penasehat
v Ifdol Mahyudin, MICRA Indonesia
As Senior Trainer / Konsultan, Mr Ifdol Mahyudin memiliki Bersama dengan
Micra sebagai Penasihat Teknis Senior pada bulan Juli 2006. 8 tahun
pengalaman sebagai Training Manager dengan Ukabima, pengalaman di
industri perbankan selama 10 tahun di bank swasta di beberapa posisi.
Sangat berpengalaman dalam pelatihan disampaikan untuk keuangan mikro
baik sebagai fasilitator, pelatih dan juga pengaturan modul pelatihan
untuk keuangan mikro, konsultasi dan pendampingan LKM beberapa baik
konvensional dan syariah. Ia menyampaikan berbagai pelatihan CGAP ke LKM
di seluruh Indonesia.
v Surna Tjahja Djajadiningrat, SBM ITB
Dia memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun dalam bidang pembangunan
berkelanjutan. Dia adalah salah satu yang paling menonjol orang
Indonesia. Dia lulus dari Institut Teknologi Bandung di bidang Teknik
Industri dan meraih gelar MSc dan PhD di bidang Ekonomi Sumber Daya Alam
dan Lingkungan dari University of Hawaii, USA. Dia telah menjabat
sebagai Dekan ITB-School of Business, Direktur Jenderal Pertambangan
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Ia juga terlibat dalam
berbagai organisasi seperti The Climate Project Indonesia, dan Centre
Indonesia Pembangunan Berkelanjutan.
Peran dan Tanggung Jawab
Bertanggung jawab untuk menyediakan penasihat strategis pelaksanaan
kebijakan perusahaan, strategi bisnis, prinsip-prinsip, tujuan, dan
kinerja dari Direksi.
Lembaga Finansial
· Investor Group
MEKAR - Putera Sampoerna Foundation
Mekar adalah program Kewirausahaan yang berfokus pada pertumbuhan
Networks Indonesia Kewirausahaan, Pekerjaan dan penyelamatan dengan
menyediakan kedua fasilitas fisik dan online yang memungkinkan Pengusaha
dan penyelamatan investasi untuk menghubungkan, jaringan dan
mengembangkan ide-ide bisnis dan perusahaan.
Program Kewirausahaan Putera Sampoerna Mekar Foundation mendukung
tumbuhnya Pengusaha Indonesia, Usaha, Ketenagakerjaan, dan jaringan
penyelamatan Investasi dengan menyediakan alat, pelatihan, dan saran.
Program Kewirausahaan komprensif Mekar yang mengidentifikasi, cocok dan
menghubungkan Pengusaha potensial dan Malaikat bersama dengan maksud
untuk menciptakan bisnis yang berkelanjutan dan sukses.
· Teknis Assistance
Yayasan peramu Fokus utama dari Yayasan Pengembangan Masyarakat
Mustadh'afiin, atau lebih dikenal sebagai peramu Yayasan adalah pada
pengembangan masyarakat yang berpusat pada organisasi ekonomi. Beberapa
program inti mereka adalah: pengembangan berbasis masyarakat
Islam-compliant LKM (LKM Islam, BPRS, Takaful Mikro), organisasi
masyarakat berbasis penguatan, khususnya usaha mikro-miskin dan di
pedesaan dan perkotaan dari mitra mereka LKM. Mediasi sosio-ekonomi
potensi ekonomi lokal, seperti LSM / CSO, pemerintah, serta LKM dalam
hal memperkuat akses terhadap pelayanan sosial dasar dan sosial-ekonomi
sistem perlindungan bagi keluarga miskin dan usaha mikro. Amartha
Microfinance adalah bangga bermitra dengan Yayasan peramu sejak 2010
dalam proyek pembangunan assistance. Micro Save adalah kelompok
profesional yang berpengalaman memberikan bantuan teknis kepada lembaga
keuangan dan telah secara rutin digambarkan sebagai perusahaan konsultan
yang paling dapat diandalkan untuk layanan keuangan.
· MicroSave
Indonesia Microfinance Association (IMA) adalah jaringan nasional
independen keuangan mikro, dan non-partisan, di mana anggota IMA terdiri
dari berbagai jenis LKM seperti BPR / BPRS, Koperasi, Yayasan, Modal
Ventura, Bank Umum, dan lain-lain. Ini memudahkan anggota untuk
meningkatkan akses dan kesempatan untuk belajar, memperkuat kemitraan,
kolaborasi dan sinergi yang menguntungkan anggota. Misinya adalah dua
kali lipat: membangun kapasitas LKM anggota untuk menawarkan akses yang
adil ke layanan keuangan untuk rumah tangga berpendapatan rendah secara
efisien, jujur, berkelanjutan, inovatif dan transparan dan menjadi
sebuah forum advokasi yang efektif dan suara dari industri keuangan
mikro di Indonesia . Microfinance Amartha adalah anggota aktif dari IMA
sejak 2011, dan terlibat dalam berbagai program dan inisiatif yang
diselenggarakan oleh IMA.kami berterima kasih atas dukungan dari
individu-individu yang luar biasa yang telah memberi kontribusi pada
Keuangan Mikro Amartha. Kami bangga menyebut mereka sebagai Friends of
Amartha.
Andi Taufan Garuda Putra Membantu Warga Miskin
Jalanan berbatu dan becek menyongsong begitu kami memasuki desa-desa
ini. Motor salah satu teman kami bahkan tergelincir karena jalanan yang
licin, dan sepatu pun nyaris masuk ke kubangan lumpur yang "menghiasi"
sepanjang jalan-jalan berbatu yang kami lewati.
Tak disangka, ini adalah jalanan utama sebuah desa yang berlokasi kurang
dari 50 kilometer dari Ibu Kota Negara.Ternyata bukan hanya kondisi
jalanan yang memprihatinkan, kemiskinan masyarakat di situ pun membuat
hati miris. Di kawasan ini nuansa ketertinggalan mencakup area yang
relatif luas dan terkait dengan sejumlah besar warga. Gerak kehidupan di
sini terlihat timpang dibandingkan dengan di perumahan di sekitarnya.
Rumah-rumah warga di kawasan ini kebanyakan terbuat dari bahan bilik
bambu, berlantai tanah, dengan fasilitas sanitasi dan penerangan yang
sangat tidak memadai, sementara warga perumahan yang berlokasi tak jauh
dari sini, rata-rata bermobil.
Di tengah kondisi inilah Andi Taufan Garuda Putra (23) dan
kawan-kawannya datang menawarkan solusi. Melalui koperasi yang mereka
dirikan, Amartha Microfinance atau Koperasi Amartha Indonesia (KAI),
Taufan mencoba membantu warga setempat untuk bangkit dari keterpurukan
dan mendampingi mereka meningkatkan taraf kehidupan.
Bersama teman-temannya, Taufan mengembangkan model pinjaman seperti
Grameen Bank dengan memasukkan konsep pinjaman syariah. Ia membentuk
kelompok perempuan beranggotakan 20 orang, kemudian memberi pinjaman Rp
500.000 dengan jangka waktu pengembalian 50 minggu. Selain itu, ia rutin
menggelar pertemuan mingguan, di mana di setiap pertemuan anggota
kelompok membayar cicilan pinjaman mereka dengan jumlah sekitar Rp
13.000.
Hingga kini Taufan telah berhasil membentuk lima kelompok perempuan
dengan masing-masing anggota kelompok berjumlah 15-20 orang, di lima RT
di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Apabila ada anggota yang
kesulitan mengembalikan pinjaman, kelompok akan mengembalikan pinjaman
dengan sistem tanggung renteng. Melalui kelompok ini, warga juga
bersama-sama belajar menabung dan mengelola keuangan keluarga mereka
yang serba terbatas.
Setiap orang yang akan meminjam uang menceritakan kepada SH tentang
penggunaan uang pinjaman mereka. Ada yang untuk membayar utang, menambah
modal berjualan sayur, untuk membeli bibit dan pupuk, membayar uang
sekolah anak, atau untuk memperbaiki rumah mereka yang kondisinya sudah
tak layak huni.
Tim Taufan tampak akrab dengan warga, walaupun saat SH ikut menyusuri
dusun-dusun, sebagian penduduknya masih tampak menyimpan curiga.
"Kemiskinan membuat mereka inferior dan cenderung curiga terhadap orang
asing," ujar Taufik dari Amartha ketika melihat beberapa warga
menghindar saat kami datangi.
Dana Pribadi
Sepak terjang Taufan dan Amartha ini bisa dibilang relatif baru, namun
keputusannya untuk menekuni bidang ini patut diacungi jempol. Tidak
banyak anak muda seusianya yang memiliki ketertarikan dan pemikiran
cukup mendalam terkait persoalan kemiskinan. Dengan langkah cukup
berani, pada usianya yang tergolong muda, Taufan meninggalkan pekerjaan
kantorannya dan merintis koperasi untuk membantu kalangan miskin.
Menurut anak pertama dari dua bersaudara ini, ia memilih wilayah kerja
Amartha di Bogor, karena penduduk di wilayah ini merupakan yang
termiskin di Jawa Barat. Perlu riset panjang dan waktu sebulan lebih
untuk menemukan Desa Cibeuteung Udik, Karihkil, dan Putatnutug di
Kecamatan Ciseeng yang letaknya di pelosok, dan selama ini belum
terjamah bantuan modal. Sementara itu, jumlah warga miskin di kawasan
ini mencapai 20 persen dari jumlah penduduknya.
Pada masa awal implementasinya, Taufan dan tim menggunakan dana pribadi
sebagai dana pinjaman yang diberikan pada perorangan. Kini dia terus
berupaya membuka mata berbagai pihak donor tentang pentingnya membantu
modal usaha skala mikro. "Beberapa perusahaan besar sudah mulai
menangkap peluang usaha ini, karena memang menguntungkan. Kami dari
Amartha melakukannya, antara lain, juga karena ingin membantu masyarakat
bawah ke akses modal," ujar Hardi, salah satu pendiri Amartha.Menurut
Taufan, kehidupÂan masyarakat miskin ini bisa berubah ketika memiliki
akses ke kapital. Taufan dan timnya berharap jumlah warga miskin yang
akan dibantu melalui Amartha akan terus bertambah dari jumlah 100 orang
yang sekarang ini mereka tangani.
Dengan demikian, dia dapat turut membantu mengentaskan masyarakat dari
lingkaran kemiskinan. Selama ini, warga miskin sulit mendapatkan akses
modal karena kemiskinan dan ketertinggalan mereka. "Jangankan ke bank,
membaca dan mengisi formulir sederhana saja mereka perlu kami
bantu,"ujar Taufan.
Bank Yayasan-MicroSave Indonesia keuangan mikro program bantuan teknis
bertujuan untuk memperkuat kelompok memilih LKM. MicroSave menerima
tanggapan yang luar biasa dari Bank Perkreditan Rakayat (bank lokal) dan
Kredit Pedesaan dan Koperasi Tabungan. Tim Micro Save telah melakukan
13 Penilaian Kelembagaan cepat di seluruh Jawa dan dipilih 6 lembaga di
bawah tahap pertama dari program - KBPR Arta Kencana, BPR Arthaguna
Sejahtera, BPR Sadhya Muktiparama, BPR Mekar Nugraha, CU Sawiran, KSU
Sanama dan Keuangan Mikro Amartha. Deliverable pertama dari latihan,
program Bisnis Perencanaan Strategis, juga telah dimulai dengan
lembaga-lembaga yang dipilih. Micro Save telah melakukan rencana bisnis
strategis untuk CU Sawiran - untuk menganalisis posisi strategis saat
ini dan mengembangkan arah masa depan tindakan untuk memenuhi tujuan
yang diinginkan dan tujuan utama yang pada akhirnya akan membantu
lembaga dalam mencapai visi dan akhir missio. MicroSave berencana Mini
AMI (Applied Keuangan Mikro Institute) Indonesia,
Pinjaman Lunak
Jalanan menuju Desa Cibeuteung Udik, Ciseeng, Bogor masih berupa tanah
selebar kira-kira 1 meter. Sebagian agak berlumpur akibat hujan. Di desa
ini memang belum tersedia akses jalan beraspal. Untuk masuk ke desa ini
memakan waktu sekitar setengah jam dengan sepeda motor dari Kabupaten
Parung, Bogor. Di kiri-kanan terlihat sawah-sawah dan gubug penduduk.
Asmanah baru saja pulang selepas mencari keong di sawah. Itulah kegiatan
rutinnya setiap hari dari pagi hingga siang. Keong-keong di dalam ember
itu untuk pakan 13 bebeknya yang ia beli sejak setahun lalu.
Asmanah beternak bebek untuk dijual telurnya. Ia tidak bisa sepenuhnya
bergantung dari penghasilan suaminya 50 ribu rupiah per hari sebagai
buruh tani.
"Ya saya ingin sendiri saja pelihara bebek, buat bantu-bantu suami,
jajan anak kan dari jualan telor. Satu telor dijualnya 1.000 rupiah.
Dulu beli masih kurus-kurus, saya kasih makan terus, 2 minggu baru dia
nelorin, kadang 10-11 telor sehari. Cukup gak cukup lah untuk keluarga",
kata Asmanah sambil tertawa.
Asmanah bercerita, awalnya ia tidak punya uang untuk membeli bebek. Ia
takut meminjam dari bank karena tidak punya harta benda yang bisa
dijaminkan. Apalagi, uang yang ia butuhkan juga tidak banyak. Karena
itu, saat Koperasi Amartha Indonesia menawarkan pinjaman tanpa jaminan
dengan bunga rendah, ia pun langsung mengiyakan.
"Yang 3 sisa dari bapaknya, dari Amartha cuma kebeli 10 ekor. Dapat
pinjaman 500 ribu buat beli bebek, 1 bebek 40 ribu. Yang 100 lagi buat
bikin kandangnya. Tadinya saya tidak niat mau pinjam, tapi kata orang,
ada yang mau kasih duit, buat beli bebek dan kambing."
Sebelumnya Asmanah sudah 8 tahun beternak bebek. Tapi semua ternak itu
ia jual saat anaknya sakit-sakitan. Kemudian ia tak sanggup lagi membeli
bebek. Asmanah tak berani meminjam uang di bank."Belum pernah, takut
tidak kebayar."
Untuk uang 500 ribu rupiah yang dipinjam dari Amartha, Asmanah cukup
membayar cicilan 13.600 rupiah per minggu selama setahun. Jumlah itu
sudah termasuk bunga sekitar 20 persen. Saat ini, ia hampir melunasi
pinjamannya. Tahun depan, ia berencana meminjam 1 juta rupiah untuk
menambah modal usaha jualan telur bebek.
"Mau beli bebek lagi, ini kan cuma ada 13, kalau udah sakit kan dijual,
beli harganya 40 ribu jual cuma laku 20 ribu kadang 15 ribu, apalagi
kalau kakinya tidak bisa jalan. Kata bapaknya, beli saja lagi 10 bebek,
sisanya buat beli seragam anak dan sepatu sekolah."
Dengan pinjaman 500 ribu rupiah per tahun dari Koperasi Amartha
Indonesia, hidup Asmanah terbantu. Menurut pendiri Koperasi Amartha
Indonesia, Andi Taufan, pinjaman 500 ribu rupiah per tahun ini pas untuk
memulai usaha skala rumah tangga bagi masyarakat desa.
Nilai 500 ribu itu kita sudah survey ke desa, kalau mau memulai usaha
berapa umumnya, standarnya, resikonya juga bisa kami kelola. Resiko
perorangan cukup kecil, itu bisa memberi nilai tambah, bisa memberikan
modal awal dan berputar usahanya. Ketika mereka sudah siap dengan
pembiayaan lebih besar, setahun mereka bisa akses modal lebih besar
lagi, yakni satu juta rupiah.
Taufan menambahkan, maksimal peminjaman yang ditawarkan Amartha adalah 3
juta rupiah per tahun. Jika lebih dari itu, maka usaha si peminjam
dinilai sudah cukup berkembang sehingga mampu meminjam dari bank atau
pun lembaga keuangan lainnya. Ketua RT di Kampung Cigelap, Cibeuteung
Udik, Dadang mengatakan, banyak potensi ekonomi desa yang bisa
dikembangkan berkat kehadiran Koperasi Amartha.
"Ya namanya di kampung, pengalaman dan pendidikan kurang. Kalau ada
modal, Insya Allah bisa nambah penghasilan. Ada kerajinan tangan, dagang
keliling kampung, ada yang punya ternak bebek, yang banyak ternak
bebek, udah merasakan hasil dan buktinya."
Dadang menyayangkan sikap pemda serta bank yang enggan memberikan
pinjaman modal kepada masyarakat desa, apalagi kaum perempuan. Ada
anggapan umum, jika berinvestasi di pelosok desa maka sudah pasti akan
merugi."Setahu saya memang belum ada dukungan dari pemerintah. Mungkin
pemerintah juga melihat keadaan, apa yang menguntungkan dari desa ini?"
(Kenapa tidak mencoba pinjam bank?)
"Bukan tidak mau orang di kampung pinjam duit ke bank, banyak dah
syarat-syaratnya. Permintaan orang Bank, ditanya usaha? Boro-boro buat
usaha, tidak ada modal gimana usahanya. Kita kan mengajukan untuk buat
usaha, gimana mau maju?"
Koperasi Amartha yang dibentuk sejak 2009 lalu ini memang bertujuan
menggerakkan roda ekonomi desa melalui pemberdayaan kaum perempuan.
Tujuannya untuk mempersempit jurang kesenjangan antara warga kota dan
desa. Seratus persen anggota koperasi adalah perempuan. Bagaimana
koperasi ini berjalan ?
Perempuan Berdaya
Belasan perempuan berkumpul di teras sebuah rumah di Desa Putatnutug
(Baca: PU-TAT-NU-TUK), Kecamatan Ciseeng, Bogor. Di antara mereka, tak
sedikit yang menggendong anak balitanya. Mereka adalah anggota Kelompok
Mawar Koperasi Amartha. Pertemuan kelompok ini digelar saban Kamis
siang.
Ibu-ibu Putatnutug itu membacakan ikrar kelompok. Isinya antara lain,
perempuan ikut bertanggung jawab pada pendapatan keluarga, menjamin anak
tetap sekolah, membayar pinjaman, dan saling membantu antaranggota
kelompok.
Kelompok Mawar adalah salah satu dari 60-an kelompok perempuan binaan
Koperasi Amartha di Ciseeng. Saat ini, total anggotanya berkisar 1.000
perempuan yang tersebar di tujuh desa.
Setelah pembacaan janji selesai, pendiri sekaligus petugas lapangan
Koperasi Amartha, Andi Taufan dan rekannya, Aji mulai menghitung setoran
cicilan pinjaman. Rentang cicilan berkisar antara 12 ribu hingga 14
ribu rupiah per minggu. Ini tergantung dari bagi hasil usaha dan
kemampuan per orang. Jika ada anggota kelompok yang tidak disiplin
melunasi cicilan, maka Amartha menerapkan sistem tanggung renteng, yakni
seluruh anggota kelompok yang bertanggung jawab membayar.
Syarat untuk menjadi anggota Amartha tidak sulit. Selain wajib hadir
dalam pertemuan kelompok, mereka juga harus sudah menikah dan mendapat
izin suami. Syarat menikah sesuai dengan tujuan Amartha agar pinjaman
itu bisa membantu meningkatkan penghasilan keluarga. Ijin suami
diperlukan karena pinjaman itu harus dikelola bersama dalam keluarga.
Tak hanya menyetor cicilan pinjaman, mereka pun juga diajarkan menabung setiap minggu. Tanpa bunga dan potongan.
Koperasi Amartha bergerak dari keprihatinan Andi Taufan akan sulitnya
akses modal bagi masyarakat desa. Amartha menyasar kaum perempuan,
karena menurut pemuda berusia 24 tahun itu, perempuan punya peran
penting meningkatkan kesejahteraan keluarganya.
"Ketika perempuan punya peran bisa memberikan penghasilan tambahan buat
keluarga, kita memberdayakan perempuan, punya posisi tawar di
keluarganya, yang tadinya dia hanya menerima uang sehari-hari buat
dibelanjakan, di sini dia bisa menghasilkan uang buat apa yang mereka
rencanakan. Dia prioritaskan itu untuk keluarga dan anak-anak untuk
sekolah, kualitas hidup meningkat, punya sanitasi lebih baik, dari kamar
mandi luar jadi di dalam. Yang tadinya rumah ada yang masih panggung,
di plester pakai semen dan bilik jadi bata."
Taufan juga mengajak investor untuk mau berpartisipasi dalam peminjaman
modal skala kecil."Sebenarnya, keuntungan yang mereka dapat nilainya
lebih besar daripada mendepositokan di bank, contohnya mereka yang
berinvestasi selama 3 tahun, per tahun untung bisa 9-12 persen, kalau
deposito di bank paling tinggi 6 persen. Daripada duitnya mengendap di
bank, lebih baik uangnya berputar buat orang-orang yang membutuhkan,
jadi uang punya arti."
Atas kiprahnya ini, akhir bulan lalu Andi Taufan diganjar penghargaan
Satu Indonesia sebagai pelopor gerakan ekonomi mikro untuk masyarakat
pedesaan.Saat ini, semakin banyak perempuan Ciseeng yang ingin
mengajukan permohonan pinjaman dari Amartha. Tak sedikit pula yang ingin
melanjutkan pinjaman yang lebih besar. Salah satunya, Siti Juhairiah.
"Cari modal buat bapaknya dagang. Dia kan dagang jus buah, jadi buat
belanja buah, gula dan es nya. Di Jakarta, di Kebayoran usahanya.
Cicilan 13.500 seminggu. Selalu lancar. Insya Allah mau mengajukan
pinjaman lagi. Bapaknya lagi mogok usahanya, di Jakarta kan sewa tempat,
nah tempatnya diambil alih sama yang punya, sementara mau cari duit
lagi buat cari tempat untuk usaha lagi."
Melanjutkan pinjaman juga akan dilakoni Sawinah. Saat ditemui, ia tengah
meletakkan gulungan tikar di depan gubugnya. Tikar berukuran 3x3 meter
hasil anyamannya itu berdiri tegak di dekat bilik pintu. Janda 60 tahun
itu terlihat sumringah meski guratan lelah terpancar dari wajahnya.
Seperti Asmanah dan Siti, Sawinah pun meminjam 500 ribu rupiah dari
Amartha. Uang itu untuk biaya sekolah anaknya. Sisanya untuk modal
menganyam tikar."Untuk anak sekolah, saya pingin lanjut. Apalagi biaya
sekolah naik lagi ya, udah 80 sebulan, sekarang 100 saya bingung
bagaimana. Kalau berhenti sayang sudah di tengah-tengah. Sisanya untuk
beli bahan baku tikar. Jauh beli bahan bakunya di Cilangkap, jalan kaki
saja dari sawah."
KESIMPULAN
Amartha adalah lembaga keuangan mikro khusus menyediakan jasa keuangan
kepada klien yang lebih miskin dan lebih rentan daripada klien bank
tradisional. Kami terdaftar secara hukum organisasi sebagai Koperasi
Amartha Indonesia. Kami bertujuan turun langsumg ke lokasi dan sistem
perbankan manusiawi berdasarkan saling percaya. Melalui system
perbankan berbasis ikatan kepercayaan, akuntabilitas, partisivasi, dan
kreativitas. Elemen tabungan dan pinjaman yang diberikan dilengkapi
dengan pendidikan dasar keuangan.
Amartha Microfinance memberikan pinjaman modal kepada warga miskin di
pelosok desa, tanpa harus memberikan surat berharga sebagai
jaminan.Dengan harapan kehidupan masyrakat miskin ini bisa berubah
ketika memiliki akses ke capital.